MEDAN – Penjabat (Pj) Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Hassanudin menyambut baik pelaksanaan Rapat Koordinasi (Rakor) Penyelenggaraan Reforma Agraria Provinsi Sumut Tahun 2024. Hal tersebut menjadi momen merumuskan langkah-langkah strategis ke depan.
Reforma agraria adalah sebuah upaya penting dan strategis dalam rangka mewujudkan keadilan agraria, pemberdayaan masyarakat dan pengentasan kemiskinan. Reforma agraria juga bukan hanya sekadar program redistribusi lahan, tetapi mencakup berbagai aspek yang lebih luas, seperti peningkatan kapasitas masyarakat, pengembangan infrastruktur serta penguatan kelembagaan dan regulasi.
Hal itu disampaikan Pj Gubernur Sumut Hassanudin saat menghadiri Rakor Reforma Agraria Provinsi Sumut Tahun 2024 di Hotel Grand Mercure, Jalan Sutomo No 1, Kecamatan Medan Timur, Medan, Kamis (6/6). Hadir di antaranya, Direktur Pengendalian Hak Tanah Ahli Fungsi Lahan Kepulauan dan Wilayah Tertentu Kementerian Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional RI Andi Renald, Forkopimda Sumut, Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Basarin Yunus Tanjung, Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Hasmirizal Lubis, dan perwakilan BPN se-Sumut.
“Seperti yang pernah saya sampaikan, secara garis besar ada tiga hal yang ingin diatasi melalui reforma agraria, yaitu perihal ketimpangan penguasaan tanah negara, konflik agraria yang timbul akibat tumpang tindih distribusi lahan di masa lalu, serta perihal krisis sosial dan ekologi di pedesaan. Rapat koordinasi yang kita laksanakan hari ini adalah momentum penting untuk mengevaluasi capaian kita selama ini, mendiskusikan tantangan yang dihadapi, serta merumuskan langkah-langkah strategis ke depan dalam rangka mempercepat implementasi reforma agraria di Provinsi Sumatera Utara,” kata Hassanudin.
Reforma agraria di masa kini, ucap Hassanudin, dimaknai sebagai penataan aset plus penataan akses. Penataan aset, dalam hal ini adalah aktivitas pemberian tanda bukti kepemilikan atas tanah (sertifikasi hak atas tanah), sedangkan penataan akses adalah penyediaan dukungan atau sarana-prasarana dalam bentuk penyediaan infrastruktur, dukungan pasar, permodalan, teknologi, dan pendampingan lainnya, sehingga subyek reforma agraria dapat mengembangkan kapasitasnya.
“Saya mengapresiasi kerja keras dan komitmen seluruh anggota gugus tugas yang telah berusaha maksimal dalam menjalankan tugasnya. Namun, kita semua menyadari bahwa perjalanan ini masih panjang dan membutuhkan kerja sama yang lebih erat antar-seluruh pemangku kepentingan. Oleh sebab itu, saya minta seluruh jajaran OPD terkait Provinsi Sumatera Utara dan pemerintah kabupaten/kota segera melakukan langkah-langkah percepatan,” ujarnya.
Selain itu, Hassanudin menyebutkan beberapa poin penting sebagai bahan pertimbangan dalam rapat koordinasi. Pertama, proses pemetaan dan verifikasi lahan harus dilakukan dengan cermat dan transparan. Ini adalah langkah awal yang sangat krusial untuk memastikan bahwa redistribusi lahan dilakukan secara adil dan tepat sasaran. Kedua, diperlukan penguatan kelembagaan dan penyesuaian regulasi agar implementasi reforma agraria dapat berjalan lebih efektif. Peran aktif pemerintah daerah, tokoh masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat sangat diperlukan dalam hal ini.
Ketiga, reforma agraria tidak akan berhasil tanpa adanya pemberdayaan masyarakat. Program-program pendukung seperti pelatihan, akses pemodalan dan pendampingan harus terus ditingkatkan agar masyarakat dapat mengelola lahan secara produktif dan berkelanjutan.
“Keempat, terkait pengawasan dan evaluasi yang ketat perlu dilakukan untuk memastikan bahwa program reforma agraria berjalan sesuai rencana. Sistem monitoring yang baik akan membantu mengidentifikasi hambatan dan mencari solusi secara cepat dan tepat,” paparnya.
Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumut Askani mengatakan, sudah melakukan tiga kali penunjukkan lokasi objek di daerah. Pada tahun 2022, objek yang dipilih adalah aset dari Pangdam atau Kodam yang terletak di Tuntungan dengan luas 1.000 hektare. Menurut data dari Kementerian Keuangan, dari jumlah tersebut 700 hektare milik TNI dan 300 hektare milik masyarakat.
“Ini sudah kita lakukan identifikasi dan pemetaan dan sudah selesai, tinggal penyelesaian mana punya masyarakat,” katanya.
Kemudian pada tahun 2023, ada tiga lokasi objek yang ditetapkan yakni di Simalungun, Toba, dan Medan. Untuk di Toba, ada sekitar 2.500 warga yang tanahnya bermasalah dan sudah diselesaikan. Kemudian BPN melakukan lakukan identifikasi dan inventarisasi.
“Harusnya tahun ini diterbitkan sertifikat melalui redistribusi tanah. Ternyata masih ada masalah, ketika dilakukan sosialisasi hanya sebagian masyarakat yang datang. Objek kedua, kita melakukan join survei Danau Toba dengan BWS. Yang ketiga, kita melakukan penataan masyarakat pesisir di Belawan dalam rangka kegiatan reforma agraria,” kata Askani.
Pada tahun ini, objek yang ditetapkan adalah di Kabupaten Serdangbedagai (Sergai). Ada HGU yang sudah berakhir pada tahun 2012. Luasnya lahannya 499 hektare. Izin yang dikeluarkan adalah usaha tambak. Namun karena tambak tidak berpotensi, dilakukan perubahan menjadi sawit.
“Sayangnya perubahan peruntukan tersebut tidak dilengkapi dengan dokumen izin perubahan komoditi. Karena tidak ada perubahan maka lahan tersebut tercatat sebagai tanah terlantar, meski sudah ditanami sawit,” jelasnya.
Dari luas 499 hektare, seluas 100 hektare masuk dalam kawasan hutan. Dari jumlah 499 hektare, ada 174 hektare yang diklaim sekelompok masyarakat, bahwa itu tanahnya. Kemudian ada lagi dari penggarap lain.
“Objek inilah yang kita kawal sampai akhir tahun ini. Menurut saya urusan hak atas tanah bukan semata-mata urusan BPN, tapi urusan kita semua. Urusan Pemda, kelautan, kehutanan, ayo duduk bersama,” pungkasnya. (Ucok).
Komentar